Selamat datang. Menurut sebuah buku, Ego adalah sebuah mekanisme yang sangat kompleks, terdiri dari pikiran, memori, keinginan, impian, perasaan, dsb. Setiap ego memiliki sebuah jasmani dan kita adalah ego diri kita masing-masing. Disini adalah tempat menuangkan ego gue, dan dengan ego anda, anda pun bebas menentukan untuk segera pergi dari sini atau tunggu gue usir (hehehe becanda) ... atau sekedar membaca catatan web dan ego log gue ... karena setiap ego itu unik. Have a good time ...


 



- Stress ? Bukan Masalah I - Albert OB
- Pikiran, Paradoks dan Pilihan - Bismar


 




But you can't win
until you're not afraid to lose



- Bon Jovi -


 



Ahmedz . Amadhea . Arumdari . Benny Chandra . CuteFatGeek . Donny Verdian . Enda . Firda Beka . Henky . Lala . Neenoy . Sigit . Stereophonik . Stovila . Thalia . Thomas . Tyaz . Udhien . Velasella . VikingKarwur


 



Tripod
Blogger
Tag-Board

Signmyguestbook

 




Pikiran, Paradoks dan Pilihan
oleh Bismar Ekayana

:: Prolog
Paradoks adalah dua hal yang bertentangan namun kedua-duanya benar. Sebuah tesis biasanya memiliki anti tesis dan anti tesis sebenarnya adalah merupakan sisi lain paradoks dari sebuah tesis. Jadi sebenarnya kosong itu berisi ... atau berisi itu kosong ??

:: Dialog
Hidup ini sebenarnya lebih merupakan rangkaian pilihan-pilihan yang kita buat dari hasil analisa terhadap suatu kejadian, keinginan atau bahkan karena kita sebenarnya tidak ingin memilih apa-apa. Hehehe, ya, itu juga sebuah pilihan. Pikiran menyebabkan paradoks dan kemudian paradoks dipecahkan oleh pilihan.

Gue sering ditanya, kenapa tidak bekerja di perusahaan dulu untuk belajar dan mendapatkan pengalaman, setelah itu baru bekerja sendiri. Tapi gue justru berpikir bahwa bekerja sendiri bukan berarti tidak belajar dan mendapatkan pengalaman. Mungkin itu tidak normal menurut anda. Tapi jika anda perhatikan, setiap kemungkinan pilihan kadang mengandung paradoks seperti halnya lingkaran setan.

Paradoks biasanya timbul dari sebuah kebingungan dan sering kemunculan paradoks itu justru menambah kebingungan baru sehingga untuk mengurangi kebingungan, kita biasanya membunuh paradoks yang dihasilkan oleh pikiran kita. Akibatnya, kita cenderung terbentuk untuk terikat oleh hanya satu sisi dari paradoks itu sehingga apa yang diputuskan adalah hal-hal yang "wajar". Itu tidak salah. Tapi dalam keadaan tertentu, anda sebaiknya belajar untuk memikirkan, merasakan dan membayangkan bahwa sisi lain dari sebuah paradoks kadang justru menyembunyikan hal-hal yang luar biasa, walaupun tidak jarang harus berhadapan dengan resiko kegagalan yang tidak kecil.

Beberapa temen gue sempat bingung dengan keinginan untuk mencari pekerjaan baru. Mereka tidak ingin meninggalkan pekerjaan saat ini tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik. Bingung, cari kerja dulu atau keluar dulu. Tapi pernahkah mereka berpikir bahwa mereka memiliki keterbatasan untuk mencari kerja jika masih terikat dengan pekerjaan sekarang? Keputusan yang dibuat selanjutnya adalah keputusan untuk bermain secara safe. Not bad.

Pencerahan terbesar yang gue alami dari sebuah paradoks adalah ketika gue dan team dalam kebingungan dan kemudian berpikir begini, "Beli notebook (komputer) buat cari duit atau cari duit buat beli notebook ?" Yang jelas, saat itu tidak ada dana untuk beli notebook. Kami benar-benar hanya bermodalkan semangat. Padahal, dengan pekerjaan ini, keberadaan notebook memegang peranan penting dalam presentasi dan melancarkan jalan untuk memenangkan tender. Dengan sedikit nekat akhirnya kami membeli sebuah notebook dan secara tidak langsung, keputusan yang nekat itu telah membantu dalam memenangkan tender.

Paradoks tidak selalu timbul dari pikiran sendiri (internal). Apa yang kita alami dari interaksi dengan lingkungan kita sering kali menimbulkan paradoks (eksternal), namun biasanya ego membuat kita tidak menyadari kehadiran paradoks itu. Individualisme cenderung memegang peranan untuk tidak membiarkan paradoks berkembang.

:: Epilog
Menentukan pilihan dari sebuah paradoks tidak selalu menjadi hal yang mudah. Setiap sisi paradoks biasanya tetap memiliki tingkat prioritas dan urgenitas yang berbeda. Menurut saya, penentuan pilihan dari sebuah paradoks bukanlah yang terpenting. Bagaimana anda merasakan dan memahami kehadiran paradoks, mengasahnya dan sering mengadunya kembali, itu yang terpenting. Anda tidak harus setuju tetapi jika artikel ini menjadi paradoks bagi anda, itu sudah cukup. Sebenarnya artikel ini pun hanyalah sisi lain dari paradoks yang ada dipikiran gue. Ya, hidup adalah paradoks. Selamat menikmati.

 

:: 19.02.2003